Kesetaraan gender merupakan salah satu topik yang banyak diperbincangkan dalam dekade terakhir. Pertanyaan yang kerap kali muncul pada isu gender yaitu perbedaan antara gender dengan seks yang mana gender digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial budaya sedangkan seks digunakan untuk mengidentifikasi laki-laki dan perempuan dilihat dari segi anatomi biologi.
Islam, merupakan agama rahmatan lil ‘alamin. Allah telah menciptakan segala sesuatunya secara adil dan sesuai dengan kodratnya. Begitupun dengan manusia, Allah telah menciptakan manusia dengan kodratnya berdasarkan keistimewaan dan kekurangan yang terdapat antara laki-laki dan perempuan. Al Qur’an dan Hadis, sebagai sumber utama ajaran islam, menekankan prinsip keadilan dan kesetaraan gender. Salah satu ayat yang sering dikutip adalah Surah Al Hujurat ayat 13: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan; kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.”
Ayat ini menegaskan bahwa agama Islam sebagai agama yang meletakkan manusia pada posisi yang sama, baik itu laki-laki maupun perempuan. Dari ayat di atas pula ditegaskan bahwa di mata Allah, nilai seorang individu tidak ditentukan oleh gender, melainkan oleh ketakwaannya. Dengan demikian, kesetaraan gender dalam islam lebih berfokus pada keadilan dan tanggung jawab individu itu sendiri. Namun, tak sedikit pula ayat tentang kesetaraan tersebut disalah artikan di beberapa kalangan.
Dalam sejarah islam, banyak perempuan yang memainkan peran penting dalam masyarakat dan agama. Khadijah, istri pertama Nabi Muhammad SAW, adalah seorang pengusaha sukses yang mendukung dakwah nabi baik secara emosional maupun finansial. Aisyah, istri nabi lainnya, dikenal sebagai perawi hadis terbesar. Contoh tersebut menunjukkan bahwa islam tidak membatasi perempuan pada peran domestik semata, tetapi mengakui dan menghargai kontribusi mereka dalam berbagai aspek kehidupan. Perjuangan akan kesetaraan gender di era kontemporer yang berusaha menghapuskan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, telah mengalami kemajuan yang signifikan Namun, dalam praktiknya, interpretasi tentang gender tersebut sering dipengaruhi oleh budaya konservatif yang mengakar kuat di kalangan masyarakat.
Banyak negara telah mengadopsi undang-undang yang mendukung kesetaraan gender, akan tetapi praktik-praktik sosial yang diskriminatif masih banyak ditemukan. Misalnya, perempuan seringkali mengalami diskriminasi dalam kesempatan untuk memperoleh pendidikan karena kaum lelaki dianggap kelak akan menjadi kepala rumah tangga dan bertanggung jawab untuk menafkahi keluarga, sehingga pendidikan lebih diutamakan untuk mendukung perannya. Sedangkan bukan tanpa sebab bila pendidikan sangat penting bagi perempuan, karena perempuan memiliki peran penting dalam peningkatan kualitas generasi muda.
Dalam islam pula, disebutkan bahwa Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Dengan demikian, diperlukan kesadaran akan adanya peningkatan kualitas pendidikan bagi seorang Ibu maupun calon Ibu, mengingat tanggung jawab dan perannya sebagai pendidik pertama dan utama. Sudah menjadi sebuah kodrat bahwa perempuanlah yang melahirkan anak, membesarkan generasi bangsa yang secara alamiah ia memiliki hubungan emosional yang paling erat dengan anak. Namun, ruang gerak perempuan dibatasi karena perspektif yang kurang adil dalam mendudukkannya sebagaimana mestinya termasuk dalam hal pendidikan.
Isu gender di era kontemporer tidak sekadar tentang persamaan hak, tetapi lebih pada keadilan, tanggung jawab serta peran. Agama Islam sendiri secara fundamental mendukung kesetaraan gender berlandaskan prinsip keadilan. Ajaran- ajaran Islam menekankan bahwa laki-laki dan perempuan adalah setara di mata Allah, dengan hak dan tanggung jawab yang saling melengkapi. Oleh karena itu, untuk mencapai keadilan gender yang sejati, penting untuk memahami ajaran islam secara komprehensif dan menghindari penyimpangan yang disebabkan oleh interpretasi budaya yang salah.
(Muhammad Abiezar Raihan Arsy/ PK IMM FADIB)